IMPLEMENTASI DAN REVITALISASI PANCASILA DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KARAKTER BANGSA

Oleh: Desyandri

A.      Pendahuluan

Era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri. Perubahan-perubahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlangsung cepat serta untuk menghadapi perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi, dan Seni. Untuk menghadapi hal terserbut semua pihak dituntut untuk mengantisipasinya, agar dapat menjadi warganegara yang Indonesia yang baik (good citizen).

Peran Pancasila dalam kehidupan di Indonesia sangat dibutuhkan untuk saat ini karena kehidupan di Indonesia saat ini sudah semakin memprihatinkan. Implementasi fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup, juga akan menentukan keberhasilan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara. Jika setiap warga negara telah melaksanakan Pancasila sebagai pandangan hidup (mempunyai karakter/moral Pancasila), ketika yang bersangkutan diberi amanah menjadi penyelenggara Negara tentu akan menjadi penyelenggara Negara yang baik, paling tidak akan berusaha untuk menghindari tindakan-tindakan yang melanggar norma-norma hukum maupun norma moral.

B.     Perspektif Historis

Pembentukan Pancasila

Keberadaan Pancasila sebagai dasar filsafat negara dapat ditelusuri secara historis sejak adanya sejawah awal masyarakat Indonesia. Keberadaan masyarakat ini dapat dilacak melalui berbagai peninggalan sejarah yang berupa peradaban, agama, hidup ketatanegaraan, kegotongroyongan, struktur sosial dari masyarakat.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam sidangnya tanggal 29 Mei (Moh. Yamin), 31 Mei (Prof. Supomo), dan tanggal 1 Juni 1945 (Ir. Soekarno) telah dibahasa dasar-dasar negara Republik Indonesia. Dari ke-62 ketua dan anggota BPUPKI akhirnya menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia merupakan suatu Ideologi bangsa Indonesia sekaligus menjadi pandangan hidup (Weltaschauung) dari bangsa Indonesia.

Mengapa Pancasila merupakan suatu Weltanschauung dari bangsa Indonesia Kalau suatu ideologi suatu bangsa dirumuskan oleh seseorang, maka Weltanschauung merupakan kesepakatan dari anggota masyarakat suatu bangsa. Ternyata nilai-nilai Pancasila telah digali dari budaya dan sejarah bangsa Indonesia seperti yang terjadi dalam Kerajaan Kutai, Sriwijaya, dan Majapahit abad 11-13.

Pancasila sebagai Ideologi

Pancasila sebagai ideologi artinya Pancasila merupakan dasar hukum di dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Pancasila merupakan dasar hukum dalam penyelenggaraan NKRI. Sebagai dasar hukum, pancasila dijadikan norma-norma yang mengatur kehidupan bersama rakyat indonesia dalam semua bidang kehidupan, baik kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pendidikan dan kegiatan-kegiatan bermasyarakat lainnya.

Pancasila sebagai Weltanschauung

Pancasila sebagai Weltanschauung berarti nilai-nilai pancasila merupakan etika kehidupan bersama bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut atau praksis kehidupan di dalam masyarakat bangsa Indonesia diatur oleh nilai-nilai pencasila. Dengan kata lain setiap anggota masyarakat Indonesia mewujudkan di dalam kehidupan sehati-harinya nilai-nlai pancasila seperti di dalam kegiatan berketuhanan yang maha esa yang meminta toleransi serta menghargai sesama yang berbeda keyakinan agamanya. Dia mempunyai rasa nasionalisme yang kuta untuk menunjukkan bahwa dia adalah orang Indonesia yang menjunjung tinggi kedaulatan bangsa Indonesia dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa yang lain.

Selanjutnya dia mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi dalam menghargai akan nilai-nilai yang dimilikinya tetangganya sesamanya dan umat manusia di seluruh dunia. Demikian pula dia mempunyai sikap yang demokratis yang tidak memutlakkan pendapatnya sendiri tetapi mencari jalan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama dan akhirnya dia adalah seorang yang mempunyai rasa keadilan sosial yang menghargai akan nilai-nilai hidup manusia yang setara.

Nilai-nilai yang ada dalam adat-istiadat masyarakat sejak zaman Kutai sampai Majapahit semakin mengkristal pada era sejarah perjuangan bangsa yang ditandai dengan perumusan Pancasila sebagai dasar negara oleh para pendiri (founding fathers). Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan jati diri bangsa yang menunjukkan adanya ciri khas, sifat, karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.

Pada pokonya nilai-nilai pancasila berwujud integralistik artinya yang menyatukan seluruh anggota masyarakat Indonesia sebagai bangsaa Indonesia yang beradab dan bertekad untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia bahkan untuk manusia di seluruh dunia. Inilah wujud abstrak dari manusia Pancasilais Indonesia. Wujud manusia Pancasilais manusia Indonesia ini perlu dibangun dan sebagai suatu norma etika akan lebih mantap apabila diwujudkan di dalam hubungan sosial antar manusia. Mewujudkan manusia Indonesia Pancaslais inilah hanya dapat dilaksanakan di dalam suatu proses pendidikan. Proses pendidikan tersebut terjadi bukan hanya secara formal (pendidikan formal di lembaga-lembaga pendidikan) tetapi juga dalam lingkungan informal, seperti di dalam keluarga, serta pendidikan informal lainnya yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sistem nilai adalah konsep atau gagasan secara menyeluruh mengenai apa yang hidup dalam pikiran seorang atau sebagian masyarakat tentang apa yang dipandang baik, berharga, dan penting dalam hidup. Sistem nilai tentu saja berfungsi sebagai pedoman pemberi arah dan orientasi kepada kehidupan masyarakat tersebut.

Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yatu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai ini merupakan suatu kesatuan utuh, tak terpisahkan mengacu pada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

Perlu dicatat bahwa nilai-nilai Pancasila baik yang bersifat ideologis, maupun weltanscauum sifatnya adalah integralistik dan piramidal. Integralistik artinya nilai-nilai dalam pancasila terserbut merupakan suatu kesatuan dan sifatnya yang piramidal artinya nilai-nilai tersebut disinari oleh nilai-nilai yang di atasnya. Nilai-nilai ketuhanan akan menyinari nilai-nilai kebangsaan seterusnya nilai-nilai kebangsaan akan menyinari nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan akan menyinari selanjutnya nilai-nilai demokrasi di dalam kehidupan bermasyarakat dan akhirnya nilai-nilai demokrasi menyinari nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perwujudan dari sistem etika yang demikian tentunya memerlukan suatu proses pendidikan yang berkelanjutan. Sekali kita lihat di sini bagaimana nilai-nilai pancasila tersebut mempunyai dasar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia dan kemudian dihadapkan kepada kekuatan-kekuatan global yang mempengaruhi kehidupan manusia di dunia ini.

Era Orde Baru

Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.

Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.

Era Reformasi

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter. Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“. Jadi sulit untuk dielakkan jika sekarang ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya.

Guna mewujudkan identitas yang khas, masyarakat Indonesia hendaknya berupaya sungguh-sungguh dalam mengarahkan akal pikiran dan kecenderungan dengan satu arah yang dibangun di atas satu azas, yaitu Pancasila. “Azas tunggal” yang digunakan dalam pembentukan identitas merupakan hal yang penting diperhatikan. Kelalaian dalam hal ini akan menghasilkan identitas yang tidak jelas warnanya.

Mengembangkan identitas ini bisa dilakukan dengan cara membakar semangat masyarakat untuk serius dan sungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan nilai-nilai Pancasila, serta mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Dalam kehidupan di Indonesia Pancasila juga berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Apalagi untuk sekarang ini ilmu dan teknologi di Indonesia sudah sangat maju. Kepemilikan iptek untuk memudahkan kehidupan manusia dan mengangkat derajat manusia, oleh karena itu kepemilikan tersebut harus diiringi dengan cara mengunakan yang tepat. Dalam kondisi ini maka diperlukan suatu platform yang mampu dijadikan sebagai ruhnya bagi perkembangan iptek di Indonesia. Bangsa Indonesia, dalam seluruh dimensi hidupnya, termasuk dibidang iptek, tergantung pada kuat tidaknya memegang ruh bangsanya, yaitu Pancasila. Pancasila berperan memberikan beberapa prinsip etis kepada ilmu, sebagai berikut:

  1. Martabat manusia sebagai pribadi, sebagai subjek tidak boleh diperalat untuk kepentingan iptek, riset.
  2. Prinsip” tidak merugikan”, harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan.
  3. Iptek harus sedapat mungkin membantu manusia melepaskan dari kesulitan-kesulitan hidupnya.
  4. Harus dihindari adanya monopoli perkembangan iptek.
  5. Diharuskan adanya kesamaan pemahaman antara ilmuan dan agamawan, yaitu bahwa iman memancar dalam ilmu sebagai usaha memahami ”sunnatullah”, dan ilmu menerangi jalan yang telah ditunjukkan oleh iman.

Era Globalisasi

Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia.

Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak positif, berbagai perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa,baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi informasi, serta bidang-bidang lainnya.

Berbagai dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa memfilter dampak dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif dari pada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan dari fenomena globalisasi ini.

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.

Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila.

Dalam arus globalisasi saat ini di mana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap bangsa Indonesia, rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri.

Dahulu, sesuai dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu, islam, serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme.pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.

Hal terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, serta sumber nilai bagi warga negara Indonesia. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir.

Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.

Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas.

C.      Implementasi Pancasila di Bidang Pendidikan

Tampaknya terjadi kekacauan di dalam tidak membedakannya antara Pancasila sebagai sitem nilai-nilai kebersamaan bangsa Indonesia dengan praktik kehidupan di masa lalu yang telah menyeleweng dari nilai-nilai etika Pancasila. Di dalam suasana keraguan akan nilai-nilai luhur Pancasila yang dimiliki oleh bangsa Indonesia orang mencari nilai-nilai baru yang diperlukan oleh bangsa Indonesia di dalam menghadapi masalah kehidupan masa depan bangsa.

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan pendidikan haruslah berorientasi kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan intelektual. Moral tanpa intelektual akan tidak berdaya. Intelektual tanpa moral akan berbahaya, karena seseorang dapat menggunakan kepandaiannya itu untuk kepentingannya sendiri dan merugikan orang lain. Selain itu pendidikan juga suatu proses secara sadar dan terencana untuk membelajarkan peserta didik dan masyarakat dalam rangka membangun watak dan peradapan manusia yang bermartabat. Ialah manusia – manusia yang beriman dan brtaqwa kepada Tuhan Yang Maha kemanusiaan, menghargai sesama, santun dan tenggang rasa, toleransi dan mengembangkan kebersamaan dan keberagaman, membamgun kedisiplinan dan kemandirian, sesuai dengan nilai – nilai pancasila.

Oleh karena itu proses dan isi pembelajaran hendaknya dirancang secara cermat sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada giliran selanjutnya akan menjadi potensi bagi proses pembelajaran yang berkualitas.

Pembentukan nilai-nilai positif sebagai warga dan sebagai warga negara yang baik dimulai di lingkungan keluarga. Di dalam lingkungan keluargalah anak-anak mulai mengenal nilai-nilai yang positif yang dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Tentunya di dalam lingkungan keluarga tidak diajarkan secara formal nilai-nilai Pancasila yang abstrak itu tetapi penjabaran dari nilai-nilai Pancasila seperti toleransi terhadap perbedaan misalnya di dalam kepercayaan, agama, suku, dan sebagainya sudah dapat dimulai dalam lingkungan keluarga. Bagaimanakah proses ini dapat dilaksanakan mengingat tingkat pendidikan keluarga masih rendah?

Dikalangan siswa atau dibangku sekolahan, masih banyak anak sekolahan yang melanggar aturan sekolah dan lingkungan sekitarnya seperti banyak siswa sekarang yang mabuk-mabukan, kebut-kebutan di jalan, bolos, dan yang paling marak terjadi penyimpangan dari aturan atau norma pada saat ini adalah tauran. Tauran dikalangan siswa sudah berada ditingkat atas dimana tauran tersebut membuat aturan yang telah berlaku hanya sebagai lukisan dinding yang dipajang. Tauran tersebut telah menjadi-jadi artinya tauran yang disertai pembunuhan. Meskipun semua orang telah tahu akan hal itu khususnya siswa tetapi mereka tetap saja tidak sadar akan norma yang mengatur, sebenarnya sebagai siswa harus wajib menuntut ilmu, belajar dengan sungguh-sungguh, dan yang paling penting sebagai penerus bangsa dan negara Republik Indonesia yaitu mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari bukan mengamalkan hal-hal yang menyimpang dari aturan.

Selain itu, meskipun sekolah telah menerapkan aturan yang tegas dan mengikat, tetapi tetap saja penyimpangan itu terjadi. Hal seperti itu masih perlu ditingkatkan dari dalam diri siswa itu sendiri bila perlu sekolah tersebut membuat aturan lain agar siswa tersebut bisa disiplin dan tidak menyimpang dari aturan atau norma.

Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lainjustru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antarumat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untukmenyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.  Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar negara, azas, paham negara.

Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Lampung, Poso, dan Papua, serta beberapa daerah lain di Indonesia.

 Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilangdari kehidupan masyarakat Indonesia.

Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yagn lain, bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenyataan sehar-hari yang kita lihat dalam masyarakat bangsa Indonesia antara lain :

  1. Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akan adanya zat yang maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga), lalu animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa)dan akhirnya menjadi monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya dalam bentuk peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara ritual keagamaan.
  2. Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua manusia dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan sepenuhnya watak mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan perihal martabat yang disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan kasta seperti yang terjadi masyarakat feodal.
  3. Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal mempunyai banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa daerah, suku bangsa, adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi karena mempunyai kepentingan yang sama, maka setiap ada bahagian yang mengancam dari luar selalu menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu terdapat ketunggalan yang harus diutamkana kesadaran kebangsaan yang berbeda yaitu sebagai bangsaIndonesia.
  4. Ciri khas yang merupakan kepribadian bangsa dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata kehidupan mereka. Sedang kepala desa, kepala suku,dan sebagainya hanya merupakan pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara mereka sendiri, prinsip musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia, nagori, banua, dsb.
  5. Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini sudah dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam masyarakat terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong – royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya keadilan/kesejahteraan sosial.

D.  PENUTUP
1. Simpulan

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa secara historis Pancasila dibentuk sebagai dasar dan ideologi negara dan sekaligus dimaknai sebagai sumber-sumber nilai, baik dalam bidang polotik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sumber-sumber lainnya.

Pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara. Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan memberikan peranan yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, orang lain, masyarakat ataupun negara.

Pancasila sebagai pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan memiliki peranan yang sangat penting yaitu diharapkan mampu mendukung upaya mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan dalam tulisan ini, dan mengingat begitu pentingnya artinya Pancasila bagi individu, masyarakat, dan seluruh warga negara Indonesia dan juga dalam pengelolaan pemerintahan, serta memperhatikan dan menyikapi permasalahan historis dan implementasi Pancasila dalam bidang pendidikan, serta tantangan globalisasi dalam perkembangan ilmu pengetahun, teknologi, dan seni, maka diperlukan upaya untuk mengembalikan atau merevitalisasi Pancasila sebagai dasar, ideologi, dan sumber nilai-nilai bagi bangsa Indonesia.

Selain itu diperlukan untuk memasukkan kembali Pancasila sebagai bahan/materi pembelajaran pada system pendidikan nasional, dan mengaplikannya dalam pembelajaran di sekolah, yang nantinya akan dapat berkontribusi dalam memperbaiki dan menumbuhkembangkan karakter peserta didik yang akhirnya akan mengembalikan karakter bangsa  Indonesia yang bermartabat.

Daftar Pustaka

Ahmad Muchji, dkk. 2006. Pendidikan Pancasila, Jakarta: Guna Dharma Press

Agus Wahyudi,Ideologi Pancasila: Doktrin Yang Komprehensif Atau Konsepsi Politis?,Makalah, disampaikan dalam diskusi bulanan di Pusat Studi Pancasila (PSP), UGM, Yogyakarta, 17 Desember 2004,hlm.3

H.A.R. Tilaar. 2012. Memantapkan Karakter Bangsa Menuju Generasi 2045. Yogyakarta. Makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia Ke-7 pada tanggal 1 November 2012.

Jimmy Hasoloan, 2008, Pancasila, Cirebon: Swagati Press

Rukiyati. 2008. Pendidikan Pancasila; Buku Pegangan Kuliah. Yogyakarta: UNY Press

Sugeng Bayu Wahyono, Agama, Humanisme, dan Relevansi Pancasila, Jurnal Dialog Kebijakan Publik, Edisi 2, Agstus 2011, hlm.7.

Suroso.Implementasi Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan Pancasila dalam Pemberdayaan Orang Miskin. Jurnal Dialog Kebijakan Publik, Edisi 2, Agstus 2011,hlm.11

Diterbitkan oleh Dr. Desyandri, S.Pd.,M.Pd

Desyandri. Lahir di Suliki, Kab. 50 Kota Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 29 Desember 1972. Dosen Tetap di jurusan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan S2 Prodi Pendidikan Dasar FIP Universitas Negeri Padang sejak tahun 2006. Memperoleh gelar Ahli Madya (Amd) pada Jurusan Pendidikan Sendratasik FPBS IKIP Padang tahun 1996, Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Sendratasik FPBS IKIP Padang tahun 1998. Memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) tahun 2011 Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana UNP. Memperoleh gelar Doktor (Dr) Ilmu Pendidikan tahun 2016 pada Program Studi Ilmu Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). E-mail: desyandri@fip.unp.ac.id.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.